Senin, 19 Mei 2014

PELATIHAN TEKNIS BERBASIS JOB DESC & BERBASIS PROSES


PELATIHAN TEKNIS BERBASIS JOB DESC & BERBASIS PROSES

Oleh :
Ir. Constantinus, MM
Praktisi Psikologi Industri - anggota Himpunan Psikologi Indonesia,
eks Asesor Kompetensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi R.I. 


Dalam menyusun materi Pelatihan Teknis Prosedur dan Standar Operasional (PSO) dapat digunakan salah satu dari dua pendekatan ini. Pertama, pendekatan job description. Kedua, pendekatan proses.

PENDEKATAN JOB DESCRIPTION

Pendekatan ini dikenali dari nama, di mana namanya menyebutkan suatu posisi pekerjaan tertentu.  Contoh : Pelatihan Teknis Wasdit Tingkat Dasar, Pelatihan Teknis Wasdit Tingkat Lanjut, Pelatihan Teknis SPI Tingkat Dasar, Pelatihan Teknis SPI Tingkat Lanjut, dan sebagainya.

Materi pelatihan disusun berdasarkan job description dan kriteria sukses ABCDE posisi pekerjaan itu.


PENDEKATAN PROSES

Pendekatan ini juga dikenali dari namanya, di mana namanya menyebutkan suatu proses tertentu. Contoh : Pelatihan Teknis SOP Perkreditan, Pelatihan Teknis SOP Tabungan, Pelatihan Teknis SOP Deposito, dan sebagainya. 

Materi pelatihan disusun berdasarkan prosedur dan standar yang harus dipakai dalam melakukan prosedur tersebut (standar waktu, standar formulir / berkas, standar penggunaan alat tulis / kalkulator / komputer, standar print out, standar kewenangan memeriksa / menyetujui, dan sebagainya). 

Pelatihan Teknis dengan pendekatan proses seperti ini diikuti oleh karyawan dari berbagai posisi pekerjaan yang terlibat dalam proses tersebut.

PELATIHAN TEKNIS TINGKAT DASAR & TINGKAT LANJUT

Dimungkinkan bahwa suatu Pelatihan Teknis dibagi menjadi dua, yaitu Tingkat Dasar dan Tingkat Lanjut.

Yang boleh mengikuti Tingkat Lanjut adalah peserta yang sudah dinyatakan lulus Tingkat Dasar, berdasarkan Rapor Post Test dan Follow Up / TARGET Coaching System setelah pelatihan. 

Apabila ada peserta Tingkat Dasar yang belum lulus tetapi karena kondisi BPR akan diikutkan oleh perusahaan ke Tingkat Lanjut, maka dia harus mengikuti Les Privat hingga dinyatakan lulus.

Tingkat Dasar dan Tingkat Lanjut yang dimaksudkan di sini haruslah linier. Contoh : Pelatihan Teknis Wasdit Tingkat Dasar, maka linier dengan Pelatihan Teknis Wasdit Tingkat Lanjut, namun tidak linier dengan Pelatihan Teknis SPI Tingkat Lanjut.

Semoga bermanfaat.

Salam hormat,

Constantinus


-----o0o-----

Minggu, 18 Mei 2014

BEDANYA PROSEDUR DENGAN STANDAR

BEDANYA PROSEDUR DENGAN STANDAR &
KAPAN SEBUAH TRAINING DILAKUKAN

Oleh : Constantinus
(Praktisi Psikologi Industri anggota Himpunan Psikologi Indonesia
& eks Asesor Kompetensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi R.I.)

(1) Tentang prosedur dan tentang standar 

Seringkali kita mendengar orang yang latah mengatakan SOP, padahal yang dimaksudkan hanyalah prosedur saja. SOP bukanlah prosedur saja. SOP harus mengandung suatu standar. Untuk itu, kami memilih menggunakan istilah prosedur dan standar, daripada ikut-ikutan latah menggunakan istilah SOP yang salah kaprah.

Prosedur adalah langkah apa saja yang harus dilakukan. Misalnya, seorang Staf Pengawas Kredit harus melakukan prosedur menghitung pelunasan.

Standar adalah dengan alat apa dan oleh siapa serta kapan prosedur (langkah-langkah) itu dilakukan. Misalnya, menghitung pelunasan harus dilakukan dengan menggunakan MS-Excell dan hasilnya di-print-out. Artinya, tidak boleh dihitung dengan kalkulator dan hanya ditulis tangan di atas selembar kertas.

Contoh lain :
Prosedur menghitung ulang pelunasan kredit. Langkah-langkahnya adalah : hasil print out dengan MS-Excell harus dibawa oleh Staf Pengawas Kredit kepada atasan.

Adapun standarnya bisa saja berbeda, meskipun prosedurnya sama (yaitu langkah menghitung ulang hasil perhitungan pelunasan). Pada BPR dengan OSC Rp 100 milyar ke atas, yang melakukan penghitungan ulang adalah Supervisor Pengawas Kredit. Ini disebut standar pada BPR dengan OSC Rp 100 milyar ke atas. Sedangkan pada BPR dengan OSC di bawah Rp 100 milyar, penghitungan ulang dilakukan oleh Manajer Operasional (karena di BPR tersebut tidak ada Supervisor Pengawas Kredit). Ini disebut sebagai standar penghitungan ulang atas pelunasan kredit pada BPR dengan OSC di bawah Rp 100 milyar.

(2) Kapan sebuah training dilakukan ?

Ada banyak orang yang masih salah paham bahwa sekali seorang karyawan diikutkan training, maka dia tidak perlu ikut training lagi.

Di sini perlu ditegaskan bahwa training diperlukan pada saat :
(a) Ada karyawan baru yang akan menduduki suatu posisi pekerjaan tertentu
(b) Ada karyawan lama yang akan menduduki suatu posisi pekerjaan baru, baik posisi pekerjaan itu se-level maupun level-nya lebih tinggi (promosi jabatan)
(c) Ada suatu prosedur / standar baru (termasuk penggunaan Form Baru). Di sini, karyawan lama yang sudah biasa mengerjakan suatu pekerjaan pada posisi pekerjaan tertentu, harus mendapatkan training tentanga prosedur baru, atau standar baru (Form Baru), atau prosedur baru dan standar baru.

Ingat ! Kalau setelah diberikan training ternyata ada beberapa karyawan yang masih belum menguasai, maka yang dilakukan kepada beberapa karyawan itu adalah follow up maupun coaching (lebih bersifat privat). Apabila dilakukan training lagi, maka akan menjadi tidak efisien karena jadwal training akan menjadi penuh sesak dan peserta training juga tidak memenuhi kuota (peserta training yang ideal adalah 20 - 40 orang di ruang Training Centre sekarang ini).

Semoga penjelasan sederhana di atas dapat meluruskan salah kaprah yang banyak bermunculan di masyarakat luas (termasuk di antara kita) selama ini.

Salam,

Constantinus